Dibiarkan tumbuh membentuk dirinya sendiri, sebagian anak-anak Barat tumbuh tanpa mengenal jatidirinya dengan baik

Hidayatullah.com–Kebebasan yang didengungkan masyarakat Barat memang kelewat batas. Beberapa tahun belakangan semakin banyak anak-anak yang dibiarkan tidak memahami eksistensi dan jatidirinya dengan baik, hingga akhirnya banyak muncul kasus operasi ganti kelamin di kalangan anak-anak remaja. Alasan yang biasa dikemukakan adalah karena mereka mengalami gender dysphoria, keadaan di mana seseorang merasa terperangkap pada tubuh dengan jenis kelamin yang salah.

Padahal jika diperhatikan lebih cermat, masalah itu adalah karena kebiasaan sejak kecil. Anak-anak itu dibiarkan tumbuh tanpa bimbingan yang baik untuk mengenal siapa dirinya. Orangtua hanya “pasrah” menuruti kebiasaan yang ditunjukkan oleh anak mereka, hingga akhirnya terbawa hingga dewasa. Jelas sekali orangtua tidak menggunakan masa 0 tahun hingga balita, yang merupakan masa emas untuk pembentukan jatidiri anak.

***
Liburan sekolah di musim panas sudah usai. Seorang bocah laki-laki berusia 12 tahun di tenggara Inggris, masuk ke sekolah menengah pertamanya sebagai seorang siswi. Ia mengenakan pakaian anak perempuan, rambutnya diikat ke belakang dan dihiasi pita.

Tentu saja bocah itu, segera menjadi bahan ejekan teman-teman sekolah yang sudah mengenalnya sejak sekolah dasar.

Akibatnya, sekolah yang memiliki 1.000 anak murid itu melakukan pertemuan darurat. Memerintahkan anak-anak didiknya untuk memperlakukan bocah itu sebagai anak perempuan, dan memanggilnya dengan nama baru pemberian ibunya.

Namun, para wali murid menjadi marah demi melihat anak-anak mereka menangis mendengar kabar tentang seorang siswa yang berubah menjadi siswi itu. Para orangtua mengatakan seharusnya pihak sekolah mmberitahukan masalah itu kepada mereka sebelumnya, agar anak-anak bisa mendapatkan pengarahan dan berbicara dengan orangtua seputar masalah gender.

Seorang ibu yang putrinya menjadi teman sekelas bocah itu di bangku SD mengatakan kepada The Sun, “Ia (putri saya) menceritakan kepada saya bahwa bocah laki-laki itu menjadi bulan-bulanan teman sekolahnya.”

“Yang sangat menjengkelkan para wali murid adalah sekolah tidak berusaha terlebih dahulu mengirimi surat, sehingga kami bisa menjelaskan hal itu dengan cara kami sendiri.”

“Mereka (anak-anak) hanya diberitahu, ‘Kalian mungkin melihat ada satu anak yang tidak hadir di ruangan ini, itu karena murid tersebut sekarang menjadi anak perempuan.’”

“Anak perempuan itu, sekarang langsung menuju “nereka”, akibat masalah ini ditangani seperti sekarang ini.”

Semua kekacauan itu bisa dipahami, karena dulu ketika SD, guru kepalanya meminta murid-murid untuk memperlakukan bocah itu sebagai anak laki-laki, sementara anak itu menunjukkan perilaku feminin. Ia mengenakan bikini ketika pelajaran berenang, mengikat rambutnya dan mengendarai skuter merah muda.

Ibunya berkata, “Kami bertekad untuk memberikan yang terbaik untuk anak kami. Kami juga bekerjasama dengan lembaga lain guna memastikan bahwa kesejahteraan anak kami dilindungi.”

Anak yang sudah bertahun-tahun ke sekolah memakai pita itu sedang bersiap menjalani terapi hormon dan operasi ganti kelamin. Ia mungkin akan menjadi orang termuda yang melakukan operasi itu.

Kebiasaan sejak kecil

Saat ini orang termuda yang pernah menjalani operasi ganti kelamin adalah Kim Petras. Remaja Jerman itu terlahir dengan nama Tim Petras. Menurut orangtuanya, anak itu telah ngotot menyatakan dirinya sebagai perempuan sejak usia dua tahun.

Kim menjalani operasi ganti kelamin tahun lalu, saat usianya 16 tahun. Sebelumnya ia telah menjadi model untuk sebuah jaringan salon rambut Jerman. Sekarang ia meniti karir sebagai seorang penyanyi dan telah meluncurkan 2 buah lagu.

Mengenai operasinya ia berkata, “Saya ditanya apakah sekarang merasa seperti perempuan. Sebetulnya saya selalu merasa seperti seorang wanita, hanya saya terperangkap di dalam tubuh yang salah.”

Di Belanda, ada Willem. Ia pertama kali ke sekolah mengenakan rok saat berumur 9 tahun. Sebelumnya, orangtuanya mengijinkan dia untuk mengenakan pakaian “unisex”, semisal celana panjang dan kemeja yang berwarna cerah, karena khawatir atas reaksi dari teman sekolahnya.

Namun sebenarnya sejak sekolah di taman bermain dia telah menyukai boneka, dan mengenakan pakaian seorang putri ketika menghadiri pesta kostum.

Bulan Mei tahun ini, seorang remaja Australia berusia 17 tahun, sebut saja dengan “Alex” (bukan nama sebenarnya), sudah diijinkan oleh pengadilan keluarga untuk melakukan mastectomy (operasi menghilangkan payudara) agar lebih terlihat sebagai laki-laki.

Sejak usia 13 tahun ia telah melakukan perawatan hormonal agar tidak mengalami menstruasi dan agar payudaranya tidak tumbuh.

Kepala pengadilan, Diana Bryant, mengatakan bahwa ijin operasi itu merupakan hal yang terbaik untuk kepentingan remaja itu, yaitu diberikan sebelum ia berusia 18 tahun.

Wanita itu berkata, “Pada akhirnya, itu bukanlah masalah yang sulit, karena masalah yang sebenarnya adalah, apakah ia (Alex) akan melakukan operasi itu saat usia 17 atau 18 tahun, setelah itu ia tidak perlu ijin.”

“Jadi masalahnya, apakah ia akan berubah pikiran saat ini, apakah melakukan operasi itu–saat itu dilakukan–adalah hal yang terbaik untuk kepentingan dirinya?”

Satu orang anak Belanda lainnya, Valentin, mengatakan kepada ibunya bahwa ia ingin “memotong zakarnya.”

Ibunya bercerita mengenai kebiasaan anaknya sejak kecil, “Ketika menonton film, Valentin selalu mengidentifikasikan dirinya dengan karakter perempuan. Ia selalu berpura-pura menjadi Putri Salju atau Putri Mawar, dan tidak pernah sebagai pangeran.”[di/tg/www.hidayatullah.com]